Jelajah bumi Sriwijaya - Palembang

4 comments
Palembang......entah apa yang ada dalam pikiran saya waktu milih kota ini untuk tujuan trip selanjutnya. Yang pasti saat itu saya gak banyak waktu buat mutusin, Palembang adalah kota tujuan dengan tarif yang terjangkau saat Garuda Indonesia menjual tiket dengan tarif promo Desember silam. Dan atas ijin Alloh, berangkatlah saya menuju kota pempek tersebut.


Ini adalah kali kedua saya solo trip, setelah yang pertama adalah ketika saya nge-trip seorang diri ke kota Surakarta pertengahan tahun 2011 yang lalu. Trip kali ini tidaklah mudah, entah mengapa banyak sekali hal-hal yang menghambat trip ini, bermula dari betapa susahnya saya untuk mendapatkan referensi tentang wisata kota Palembang, objek wisata yang bisa dikunjungi, informasi mengenai penginapan, hingga info mengenai transportasi yang sangat minim saya dapat. Dari berbagai tulisan terkait Palembang yang saya baca, hanya ada 3 (tiga) hal yang selalu dibahas, yaitu Ampera, Pulau Kamaro, dan Pempek.

Rabu, 4 April 2012
Show must go on. Berbekal informasi yang `seadanya` tersebut, saya tetap harus mempersiapkan diri untuk trip ini, Itinerary pun telah disusun, budget telah diperkirakan, pakaian telah dipacking, tiket sudah check-in, ijin ngantor setengah hari sudah dikantongi, tinggal berangkat

Hingga akhirnya sekitar jam 8 malam ada telepon dari sekretaris bos, ngabarin kalau besok bos minta ditemenin keluar kota hadeeeehhhhhh.......capek deh

Kamis, 5 April 2012
Tugas adalah tugas, selama itu bukan hal yang urgent, saya berusaha untuk komitmen terhadap tugas. Dan rencana pulang siang pun tinggal kenangan, ternyata si bos seharian diluar kota. Tiket pun terbang melayang

Cari informasi lagi....saya harus tetap jalan ke Palembang, gimanapun caranya, sayang kalau sampe tiket Palembang – Jakarta pun hangus hanya karena hal ini.

Ada tiga alternatif Jakarta – Palembang yang kepikiran , (1) Naik Bis, (2) Beli tiket pesawat lagi, (3) Naik kereta dari Lampung....Setelah hitung-hitung ulang, sepertinya naik pesawat adalah pilihan terbaik, dan saat itu Lion Air masih jual tiket promo

Deal, akhirnya saya beli tiket promo tersebut untuk penerbangan sabtu pagi

Sabtu, 7 April 2012
Bangun jam 3.00 langsung mandi dan urusan MCK lainnya. Satu jam kemudian saya pun sudah di dalam taksi menuju St. Gambir, dan tepat jam 4.30 DAMRI St. Gambir – Bandara berangkat. Satu jam perjalanan St. Gambir – Bandara, jam 5.30 saya sampai di terminal 1A Bandara Soekarno – Hatta.....Check-in, boarding, waiting, flying

7.30 pesawat pun mendarat mulus di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, Alhamdulillah....Bandaranya tidak terlalu besar, namun bersih dan rapih. Keluar bandara, saya langsung mencari halte Trans Musi (Busway-nya Palembang), Dan dengan Trans Musi, penjelajahan Palembang pun dimulai. Trans Musi adalah bus ukuran ¾ yang beroperasi dari pukul 8.00 hingga 19.00 (khusus bandara hanya sampai pukul 16.00) CMIIW. Penjualan tiket dilakukan didalam bus seharga Rp. 4.000,- dan itu berlaku terusan (tidak perlu beli tiket lagi jika kita berganti bus di halte transit), namun ada satu trayek (koridor) yang tiketnya Rp. 7.000,- (maaf, saya lupa trayeknya).

Tujuan pertama adalah Taman Wisata Punti Kayu (TWPK), ada halte Trans Musi di depan TWPK ini, jadi kita tinggal bilang TWPK, dan kita diturunkan tepat di depan pintu masuk TWPK.

Sekitar pukul 8.30 saya tiba di halte TWPK, perut yang teriak nahan saya untuk langsung masuk ke dalam TWPK, kebetulan di belakang halte (samping alfamart TWPK) ada rumah makan yg sudah buka, menunya jelas Palembang banget, Pempek dengan segala jenisnya dan aneka makanan lain. Untuk sarapan kali ini, saya mencoba Martabak har, makanan ini mirip dengan martabak telur, namun cara makannya dengan menggunakan kari daging (seperti roti cane). Lezat :P

9.30 saya masuk ke TWPK, tiket masuknya Rp. 5.000,-. TWPK merupakan hutan kota yang ada di Palembang, di dalamnya terdapat area bermain anak-anak, taman satwa mini, danau dengan perahu bebek, area outbond, dan lainnya. Untuk masuk ke dalam area-area tersebut kita diharuskan untuk membeli tiket lagi, besarannya antara Rp. 5.000,- sampai Rp. 10.000,-. Mengunjungi area TWPK sangat disarankan untuk memakai lotion anti nyamuk, maklum daerah hutan dan lembab.

10.30 Perjalanan dilanjutkan, tujuan kali ini adalah Bukit Siguntang (konon merupakan dataran tertinggi di Palembang). Masih dengan Trans Musi, saya turun di halte Polda untuk selanjutnya transit bus yang menuju halte Bukit. Dari halte bukit ini sebenarnya kita bisa jalan kaki untuk menuju Bukit Siguntang (area pemakaman raja-raja), namun karena ketidaktahuan, akhirnya saya tergoda oleh bujuk rayu tukang ojek yang menawarkan jasanya hanya dengan tarif Rp. 5.000,- (murah sih kalo ukurannya keringat kita yang keluar ditambah terik matahari saat itu)

11.00 Dikomplek pemakaman ini, kita harus bayar biaya masuk (tanpa tiket) Rp. 3.000,-. Berikut ini adalah ulasan tentang Bukit Siguntang yang saya copas dari tulisannya agan Adrian Fajriansyah di http://travel.detik.com/read/2011/12/15/110246/1791748/1025/bukit-siguntang-sejuta-cerita-di-palembang 

“Bukit Siguntang adalah sebuah tempat bersejarah di Kota Palembang.  Bukit rimbun dan asri yang merupakan titik tertinggi di Kota Palembang ini menyimpan banyak cerita dan misteri.  Sepanjang mata memandang, saat memasuki tempat ini hanya terlihat pohon rindang dan kursi serta gazebo yang dibangun di sekeliling bukit.  Kesan angker baru akan terasa saat berjalan menuju puncak bukit karena anda akan melihat makam pertama (makam Panglima Tuan DjungDjungan) dari tujuh makam yang ada di bukit ini, makam pertama saat menuju ke pucak bukit ini seolah memberikan pesan selamat datang bagi semua orang yang berkunjung ke sana.  Namun herannya walaupun kesan angker begitu terasa banyak sekali terlihat muda-mudi kota Palembang yang suka memadu kasih di tempat seram seperti ini.

Adapun 7 buah makam di Bukit Siguntang yang menurut kepercayaan setempat merupakan makam dari orang-orang penting Palembang zaman dahulu, yaitu:

1. Radja Segentar Alam, nama aslinya adalah Iskandar Zulkarnain Alamsyah yang berasal dari Kerajaan Mataram.  Menurut kabar dari narasumber, Nyai Bukit Siguntang (Juru Kunci Bukit Siguntang) Radja Segentar Alam pertama kali ke Palembang membawak 3 kapal yang berbendera Lancar Kuning namun saat dalam perjalanan kapal-kapal tersebut karam.  Dari semua kapal yang karam tersebut ada satu kapal yang membawak Radja Segentar Alam terdampar di Bukit Siguntang sedangkan kapal yang lain hancur di lautan dan ada pula yang hancur kemudian terseret di situs Karang Anyar.  Ada cerita unik dari kisah Radja Segentar Alam yang dahulu saat masa jayanya dapat menaklukan hampir seluruh Sumatera hingga ke negeri tetangga Johor dan Malaka di Malaysia yaitu tentang lagu Layar Di Malam Hari yang sering didendangkan di atas kapal ketika Beliau berserta pasukannya sedang berlayar yang hingga saat ini masih sering dinyayikan di daerah Medan, Johor dan Malaka.

2. Putri Kembang Dadar, nama aslinya adalah Putri Bunga Melur.  Percaya atau tidak karena kecantikannya Putri Kembang Dadar diceritakan bukan berasal dari bumi melainkan berasal dari Kayangan (langit).

3. Putri Rambut Selako, rambut Selako artinya rambut yang keemas-emasan mungkin karena ada keturunan barat.  Nama aslinya sendiri adalah Putri Damar Kencana Wungsu yang menurut cerita berasal dari Keraton Yogyakarta anak dari Prabu Prawijaya.

4. Panglima Batu Api.  Beliau adalah seorang ulama yang berasal dari Jeddah (Arab Saudi) yang datang ke tanah melayu untuk berkelana dan menyiarkan agama Islam.

5. Panglima Bagus Kuning, berasal dari Mataram yang datang ke Lembang (Palembang) untuk mengawal Radja Segentar Alam.

6. Panglima Bagus Karang, berasal dari Mataram yang datang ke Lembang (Palembang) bersama Panglima Bagus Kuning untuk mengawal Radja Segentar Alam.

7. Tuan DjungDjungan, beliau juga merupakan ulama dari Arab yang datang ke tanah melayu (Swarnadwipa)  untuk berkelana sambil menyiarkan agama Islam.
Dari makam-makam itu membuktikan bahwa Bukit Siguntang merupakan tempat yang sangat sakral sehingga para bangsawan Palembang zaman dahulu banyak yang dimakamkan di bukit tersebut.

Bukit Siguntang sejak zaman Kerajaan Sriwijaya sudah menjadi tempat yang sakral dan keramat.  Bukit Siguntang adalah sebuah tempat bersejarah dimana di sini dahulu merupakan tempat ibadah di zaman Kerajaan Sriwijaya.  Bukit Siguntang dijadikan tempat sembayang untuk penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa saat zaman Kerajaan Sriwijaya dengan bukti ditemukannya patung Budha di bukit tersebut yang saat ini patung itu berada di depan Museum Sultan Mahmud Badaruddin II.  Kemudian saat runtuhnya Kerajaan Sriwijaya di abad 13 lalu muncul Kerajaan Palembang Darusalam tempat ini (Bukit Siguntang) masih menjadi tempat yang sangat keramat karena sering dikunjungi oleh raja-raja Palembang dahulu sebagai tempat pertapaan atau semedi untuk menenangkan pikiran agar bisa mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa Sang Pencipta Kehidupan.

Hingga sekarang Bukit Siguntang masih menjadi tempat yang sakral bagi orang Palembang.  Masyarakat setempat pun punya kepercayaan bahwa apabila Palembang terkena bencana besar seperti banjir bandang maka Bukit Siguntang adalah tempat yang tidak akan pernah tenggelam dan ada pula yang percaya bahwa di bawah timbunan tanah Bukit Siguntang inilah terdapat jejak-jejak peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang legendaris itu yang menyimpan harta yang tak ternilai harganya.  Percaya atau tidak?  Semua itu perlu pembuktian!

Terlepas dari benar atau tidaknya cerita dan mitos tersebut.  Bukti Siguntang sekarang menjadi salah satu tempat tujuan wisata yang diandalkan oleh pemerintahan Kota Palembang untuk menarik minat wisatawan luar maupun lokal untuk berkunjung ke kota pempek.  Akan tetapi keberadaan Bukit Siguntang sebagai lokasi tujuan wisata tidak ditunjang dengan fasilitas yang memadai.  Keadaan Bukit Siguntang seolah ditelantarkan seperti kebanyakan tempat wisata lain di kota Palembang.  Memang setiap tahunnya terlihat cat bangunan yang ada di Bukit Siguntang selalu diperbaruhi namun tidak cukup sebatas itu saja.  Bukit Siguntang perlu perhatian lebih, sangat diperlukan sekali perawatan, pemeliharaan dan penambahan fasilitas di Bukit Siguntang agar tetap eksis dan bisa menjadi tempat tujuan wisata yang “sebenarnya” di kota Palembang.

Sebagai masyarakat biasa saya hanya ingin memberikan masukan dan saran kepada sang pengambil keputusan.  Adapun masukan dan saran dari saya adalah agar rumput dan tanaman yang ada di Bukit Siguntang dipelihara dengan baik jangan sampai tidak terurus sehingga akan terlihat lebih bersih dan indah, lalu fasilitas yang sudah ada saat ini seperti gazebo dan kursi-kursi yang terdapat di sekeliling Bukit Siguntang dirawat dan dibersihkan sehingga saat wisatawan datang akan terasa nyaman dan betah untuk berada di sana, kemudian di Bukit Siguntang dibangun tempat informasi atau semacam museum mengenai sejarah, mitos serta peninggalan-peninggalan yang pernah ditemukan di Bukit Siguntang dengan adanya pusat informasi semacam itu akan memberikan banyak hal bagi para wisatawan yang berkunjung terutama nilai edukasi mengenai sejarah Palembang.  Dengan adanya perhatian yang lebih saya yakin Bukit Siguntang bisa menjadi tempat tujuan utama saat wisatawan berada ke kota pempek Palembang.”


12.30 Setelah puas berkeliling, saya pun melanjutkan perjalanan. Kali ini saya naik Trans Musi yang menuju Ampera, menurut informasi, banyak penginapan murah di sekitar jalan Kolonel Iskandar, dan saya pun turun di halte BNI Syariah (Depan JP Internasional Mall) lalu jalan kaki menuju Jl. Kolonel Iskandar. Setelah berkeliling, saya dapet penginapan di wisma Indah (di depan Pulau Mas Plaza ada jalan masuk sedikit, akan terlihat plang namanya) dengan tarif Rp. 125.000,- (Bed besar, TV, AC, Kamar mandi dalam, handuk, air minum).

14.30 Istirahat sejenak, saya pun melanjutkan perjalanan lagi. Tujuan kali ini adalah Pulau Kamaro. Dengan menaiki becak (Rp. 10.000,-) dari depan Pulau Mas Plaza, saya menuju dermaga di bawah jembatan Ampera. Di dermaga kita cari `ketek` yang bisa menyebrangkan kita ke Pulau Kamaro. Satu ketek biasanya menawarkan tarif Rp. 100.000,- sampai Rp. 150.000,- untuk menyeberang ke pulau kamaro, satu ketek ini bisa di naiki oleh 10 sampai 12 orang. Karena waktu yang sudah sangat sore dan keinginan saya untuk menikmati sungai musi sendirian, maka saya pun menyewa satu ketek untuk sendirian :D

Ampera – Pulau Kamaro bisa ditempuh kurang lebih 45 menit, sepanjang perjalanan kita bisa lihat perkampungan penduduk di bantaran sungai musi, kapal-kapal besar pengangkut peti kemas, dan pabrik PT. PUSRI yang juga terletak di bantaran sungai Musi.

Senja menjelang, matahari pun mulai merendah di ufuk barat, lembayung menjadi penghias sempurna keelokan Jembaran Ampera kala itu, cantik sungguh jembatan ini

17.00 baterai kamera saya mulai berkedip-kedip, pertanda ia kan merenggang nyawa, hal ini tidak boleh terjadi, mengingat betapa penting nya moment malam ini, malam pertama dan terakhir buat saya di Palembang dalam rangkaian trip kali ini. Saya harus segera mencari sumber daya untuk men-cas kembali baterai kamera, saya harus abadikan Ampera di kala malam!!!

Dari dermaga saya menuju arah Benteng Kuto Besak, sebelum tiba di benteng, ada sebuah bangunan unik dengan halaman luas, ahh...ternyata itu adalah Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, berfoto sejenak dengan sisa-sisa energi baterai yang tinggal se-utas, lanjut engan berfoto depan Benteng Kuto Besak, dan kaki pun ku langkahkan menuju arah Kantor Walikota Palembang (gedung ledeng). Didepan kantor walikota ini ada Rumah Makan Sudi Mampir, Tempat yang asyik buat nge-cas hehehe....sambil makan pempek, baterai pun terisi.

18.30 Baterai penuh, perut kenyang....paduan yang sempurna. Dengan berjalan kaki saya pun kembali ke arah jembatan Ampera. Menyusuri dinding Benteng Kuto Besak, berhiaskan kelap-kelip lampu dari gedung Walikota dan Tower BTS di belakangnya. Dan......jrenngggg. Tampaklah Jembatan Ampera di malam hari, amboiiiiii.....cantik sekali jembatan itu dikala malam.

Area/ pelataran di seberang Benteng Kuto Besak ini sungguh ramai dengan muda mudi yang bersenda gurau melewati malam panjang. Namun kita harus tetap waspada dengan suasana di sana, suasana yang remang-remang sangat memungkinkan untuk orang berbuat jahat jikalau kita lengah. Dan sekedar tips bagi anda yang ingin bermalam minggu di Jembatan Ampera ini, sebisa mungkin hindari berjalan-jalan sendiri di kawasan itu di kala malam, dan bawalah uang receh yang banyak, karena sirkulasi pengamen di sana sangatlah cepat. Sepenghitungan saya, setiap 15 detik akan ada pengamen yang menghampiri kita.

Malam kian larut, letih pun menghampiri, maka ku tinggalkan Ampera malam itu dengan berjuta keanggunan yang melekat di benak.

Saya pun berjalan kaki untuk pulang menuju penginapan. Dijalan, saya nyempetin buat mampir di Masjid Agung Palembang (Masjid Sultan Mahmud Badaruddin II), Di depan (atau belakang) masjid itu terdapat air mancur yang indah dengan nyala lampu yang warna warni

Minggu, 8 April 2012 Saya sengaja bangun siang hari ini, selain semua tujuan wisata sudah saya datangi, saya tidak ada agenda apapun saat itu.

9.00 saya pun terbangun, mandi, MCK dan siap untuk jalan lagi yang kali ini tanpa tujuan yang jelas, ransel sengaja saya tinggalin di penginapan, saya ingin susuri pasar di sekitaran penginapan tanpa beban berat di pundak, lagi pula saya masih punya waktu hingga jam 12.00 untuk check out.

12.00 Saya check out dari penginapan, entah mau kemana lagi saya saat itu, lalu terbesit ide untuk sekali lagi datang ke Ampera, kali ini saya pengen menyeberangi sungai Musi dengan melintasi Jembatan Ampera dengan berjalan kaki. Dari sisi satu, ke sisi yang lain. Namun sebelumnya saya sempatkan untuk mampir di Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera) di daerah Ampera.

Terik siang itu entah kenapa terasa lembut di kulit saya, yang saya rasakan hanya senang dan bahagia bisa menyeberangi Musi dengan berjalan kaki di jembatan Ampera. Belebihan memang, tapi itulah yang saya rasakan.

13.30 Begitu tiba di seberang, saya istirahat sejenak, dalam istirahat itu saya melihat plang penunjuk arah bertuliskan “Jakabaring”. Well....kenapa tidak, maka saya pun pergi ke halte Trans Musi untuk naik Trans Musi jurusan Jakabaring dengan tujuan utama adalah Stadion Gelora Sriwijaya, kandang dari Sriwijaya FC hehehhee....

Begitu turun di halte Jakabaring, saya pun langsung berjalan untuk masuk ke dalam komplek stadionnya, tidak banyak tempat yang saya telusuri di komplek ini, selain panas, waktu yang terbatas juga menjadi penghalang, jadi setelah tiba di dalam komplek, tujuan saya hanya satu, Stadion Gelora Sriwijaya.

Saya mencoba untuk mengelilingi stadion itu untuk melihat kemegahannya, dan ketika tiba di pintu pagar yang merupakan akses langsung ke dalam stadion, saya lihat pintu sedikit terbuka dan ada petugas yang sedang berjaga. Saya memberanikan diri (iseng tepatnya) untuk meminta ijin masuk stadion untuk sekedar berfoto di dalam stadion. Dan......diijinkan!!! yihaaaa....liburan yang sempurna

14.30 Dengan naik Trans Musi saya pun menuju tempat makan pempek yang di depan walikota lagi, kali ini untuk membeli oleh-oleh dan titipan teman.  Dan dari sana masih dengan Trans Musi saya pun pulang menuju Bandara.

18.00 Alhamdulillah, saya akhirnya tetap bisa pake tiket Garuda untuk rute Palembang – Jakarta. Terima kasih Palembang atas kehangatannya.

Rincian Biaya :
Hari 1, Sabtu 7 April 2012
1.    Damri Stasiun Gambir – Bandara Soekarno Hatta Rp. 20.000
2.    Tiket Pesawat PP (Garuda Indonesia dan Lion Air) Rp. 900.000
3.    Pajak Bandara Soekarno – Hatta Rp. 40.000
4.    Trans Musi Bandara – Taman Wisata Punti Kayu Rp. 4.000
5.    Tiket Masuk Taman Wisata Punti Kayu Rp. 5.000
6.    Tiket Masuk Taman Satwa Mini di TWPK Rp. 5.000
7.    Trans Musi TWPK – Bukit Siguntang Rp. 4.000
8.    Ojek menuju Bukit Siguntang PP Rp. 10.000
9.    Tiket Masuk Bukit Siguntang Rp. 3.000
10.    Trans Musi Bukit Siguntang – Ampera Rp. 4.000
11.    Penginapan Rp. 125.000
12.    Becak Penginapan – Ampera Rp. 10.000
13.    Perahu (ketek) menuju Kamaro Rp. 100.000
---------------------
TOTAL        Rp. 1.230.000

Hari 2, Minggu 8 Aril 2012
1.    Trans Musi Ampera – Jakabaring Rp. 4.000
2.    Masuk Stadion (tip) Rp. 5.000
3.    Trans Musi Jakabaring – Ampera Rp. 4.000
4.    Trans Musi Ampera – Bandara SMB II Rp. 4.000
5.    Pajak Bandara SMB II Rp. 35.000
6.    DAMRI Soekarno Hatta – Gambir Rp. 20.000
----------------------
TOTAL        Rp. 72.000,-


Biaya di luar makan, untuk biaya penginapan dan sewa ‘ketek’ bisa lebih murah andai tidak sendirian


Tulisan ini juga di publikasikan di http://www.kaskus.us/showthread.php?t=13999261KASKUS

Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

4 komentar