Pelajaran Hidup dari Banjarmasin

8 comments
Kepanikan beberapa kawan akibat rencana pelaksanaan hari tanpa BBM bersudsidi di Jakarta mengingatkanku akan perjalanan ke Banjarmasin bulan oktober yang lalu. Seperti  ditegur atas sebuah kekhilafan dan janji yang belum di tepati, aku akan coba bercerita tentang perjalananku menyusuri bumi Antasari tersebut.



Perjalanan kali mengajarkanku akan banyak hal tentang kehidupan, terutama kehidupan sebagai mahluk sosial yang lahir dan tinggal di sebuah negara bernama Indonesia, lebih khusus lagi adalah tentang kehidupanku atau bahkan kehidupan kita sebagai warga Jakarta yang jarang mengalami pemadaman listrik serta keterbatasan BBM.

Perjalanan kali ini tidak lepas dari jasa baik Citilink dengan penerbangan murahnya, terima kasih atas tiket  promo sebesar Rp. 158.000 PP untuk rute Jakarta-Banjarmasin, dan seharusnya perjalanan kali ini aku tidak sendiri, melainkan berdua dengan seorang kawan, sayang Tuhan belum kasih ijin dia untuk singgah di Banjarmasin, rutinitas pekerjaan membuatnya membatalkan perjalanan di saat-saat akhir.

Roda pesawat menyentuh landasan Bandara Syamsudin Noor dengan mulus petang itu, rintik hujan di akhir Oktober menyambut kedatanganku di Banjarmasin, bandara yang sekaligus berfungsi sebagai pangkalan udara TNI AU ini memang kecil, hanya ada satu runway yang di pakai secara bergantian untuk pesawat yang datang dan pergi.

Keluar bandara, aku langsung mencari pangkalan ojek di sisi pintu keluar bandara, berdasarkan berbagai informasi yang aku dapat, untuk menuju kota Banjarmasin, kita perlu keluar dulu dari komplek perumahan bandara dengan menggunakan ojek dan disambung angkutan kota menuju Banjarmasin. Sampaikan ke tukang ojek bahwa tujuan kita adalah mencari angkutan kota menuju Banjarmasin, maka nanti tukang ojek tersebut akan menurunkan kita di sebuah bundaran yang ada tugu pesawat tempurnya. Dari sana, cari angkot yang menuju Pal 6, Pal 6 ini adalah terminal di Kota Banjarmasin. Tarif ojek sendiri adalah Rp. 10.000 dan tarif angkutan kota sebesar Rp. 5.000 – Rp. 10.000.

Rencanaku sore itu adalah langsung menuju kota Kandangan, keesokan paginya, baru menuju Desa Loksado untuk bermain Bambu Rafting. Kita bisa naik angkot menuju kandangan dari Pal 6, (oiya, orang Banjarmasin menyebut angkot dengan panggilan ‘taksi’). Tarif Banjarmasin – Kandangan sebesar Rp. 30.000 dengan lama perjalanan sekitar 3 jam, mobil angkot sendiri adalah Colt L-300. Ada kejadian lucu di tengah perjalanan menuju kandangan malam itu, angkot yang aku tumpangi mendadak ‘batuk’ hingga akhirnya berhenti, ternyata angkot itu habis bensin!!! Agak gak habis pikir sih, kok bisa angkutan kota yang memang rutin melewati trayek yang sama bisa kehabisan bensin, kikir?? Emang gak ada duit?? Mobilnya boros??  Atau Korupsi?? Entah…. yang pasti cukup khawatir banget dengan keadaan saat itu, habis bensin di tengah jalan gelap yang entah itu ada dimana, sopir angkutan tersebut meminta kami untuk bersabar dan menunggu dia yang nekat jalan kaki mencari penjual bensin. Hening…..

Alhamdulillah…..gak lama kemudian sopir tersebut datang diantar ojeg dengan jerigen besar berisi bensin, Alhamdulillah, Tuhan maha baik, pelindung umatnya. Perjalanan pun dilanjutkan.

Selama perjalanan Banjarmasin – Kandangan, antara tidur dan terjaga, aku merasakan betapa gelap perjalanan tersebut, gelap dalam arti sesungguhnya, gelap tanpa cahaya, cahaya lampu dari rumah-rumah penduduk maupun penerangan jalan raya di sisi jalan. Dan kuingat-ingat, hal ini sudah terjadi selepas daerah Banjarbaru. Mati lampu sepertinya. Dan dahsyatnya mati lampu tersebut terus hingga ke Kota Kandangan, berarti yang mati lampu bukan hanya se-kecamatan atau se-kelurahan, tapi se-kabupaten atau bahkan mungkin se-provinsi !!!

Tiba di Kandangan aku di tanya oleh sopir angkotnya, mau turun dimana?? Waduhhh……aku gak tau ini, dan dengan asal aku jawab di terminal, gak berapa lama aku pun diturunkan di sebuah tempat, kata sopirnya kita sudah sampai di terminal, gelap dan sepi, sendiri pula, hadeeehhhh…..tapi gak jauh dari situ ada penerangan dengan sedikit keramaian, aku pun menghampiri, asiiikkk ada warung, pesan mie rebus sambil adaptasi dengan keadaan, sudah jam 11 malam saat itu dan saya belum tau mau menginap dimana.
Hasil berbincang dengan pemilik warung aku jadi tau kalau memang beberapa hari belakangan terjadi pemadaman listrik di Kalimantan Selatan, mereka bilang sih pemadaman bergilir, masih menurut penjaga warung tersebut, memang listrik dan BBM di sana dibatasi/ dijatah, itu karena (mungkin) sebagian besar listrik dan BBM dialokasikan untuk Jawa. JLEBBBB…..

Sama pemilik warung aku diberitahu bahwa di belakang terminal tersebut ada penginapan, dan ternyata benar, di belakang terminal tersebut ada tiga buah penginapan, seorang teman pernah merekomendasikan Hotel Loksado Permai untuk bermalam di kandangan,  sayang saat itu hotel tersebut gelap gulita, jadi aku menanyakan hotel di seberangnya yang kebetulan terang benderang karena menggunakan genset, yaitu Hotel Mutia. Bujug, mahal bener hotelnya, gak jadi nginep di situ dan harapanku tinggal hotel yang satu lagi, Hotel Bakau. Harga kamar dengan AC + kamar mandi dalam Rp. 125.000. Tapi karena itu udah tengah malem aku iseng tawar, dan jadilah aku menginap disana dengan harga Rp. 80.000. Setelah masuk kamar…….Untunnnngggggg harganya aku tawar, kalo ngak nyesel aja gitu sewa kamar gak begitu bagus dan gak bersih dengan harga lebih dari seratus ribu. Kawan, mohon maaf, aku hanya ingin berbagi dengan kalian, tapi hotel ini memang sangat tidak di rekomendasikan, kotor dan saat itu air-nya tidak jalan.







Malam pun berlalu, dan pagi itu aku berjalan-jalan di sekitar penginapan, memang tidak terlalu banyak yang bisa dilihat, tapi pagi itu menjadi ceria setelah mampir ke warung ketupat kandangan. Yummmyyyy….ketupat kandangan ini memang nikmat, kawan. Namanya yang kesohor memang bukan candaan di kalangan pejalan, tetapi sesuatu yang nyata, jujur saja dengan harga sebesar Rp. 10.000 per porsi, aku sampai tiga kali nambah ketupat kandangannya hehehhe  :malu

Sampai penginapan, air belum juga menyala, okey….gak usah mandi sajalah, aku langsung check-out dan mencari tempat mangkal mobil yang menuju Loksado , pengkalan mobil ini agak jauh dari penginapan, untuk mencapai pangkalan ini rajin-rajinlah bertanya arah. Tips lainnya untuk naik angkot menuju Loksado adalah pagi-pagi dan bersabar, pagi-pagi karena angkot ini hanya sekali jalan setiap harinya (biasanya sekitar jam 9-nan sudah tidak ada angkot) dan bersabar karena angkot akan mangkal lama sekali sampai angkotnya penuh. Tarif angkot sebesar Rp. 15.000

Angkot yang digunakan menuju Loksado
Tiba di Loksado sudah tengah hari, dan langsung tanya-tanya operator bambu rafting, rupanya pengelolaan bambu rafting ini masih dikelola secara tradisional, kita tinggal cari atau tanya siapa yang bisa bawa/ jadi operator rakit kita. Setelah ngobrol-ngobrol berkenalan lah aku dengan pak Alut, setelah sepakat dengan harga sebesar Rp. 250.000, pak Alut minta ijin untuk membuat rakitnya terlebih dahulu. Loh?? Jadi karena hari aku datang tuh bukan peak season buat bambu rafting, para penduduk yang memang memiliki usaha bambu rafting tersebut tidak memiliki rakit yang sudah siap, bahkan terkadang mereka harus mencari bambunya dulu untuk dijadikan rakit. Maka menunggulah aku selama kurang lebih satu jam.

Sungai yang akan kita arungi dengan rakit bambu adalah sungai amandit, sungai ini memiliki peran strategis sebagai lalu lintas perdagangan di masa silam. Penduduk Loksado yang sebagian besar merupakan suku dayak memanfaatkan sungai ini untuk menuju Banjarmasin guna menjual rempah-rempah dan hasil bumi lainnya. Harga sewa rakit sebesar Rp. 250.000 tuh sepertinya harga mati, dan itu adalah harga untuk satu rakit. Jadi kalau naik bareng temen ya bisa berbagi, dan satu rakit itu bisa dinaiki oleh 2-3 orang, tergantung arus sungai dan bobot penumpangnya hehehheh…. Lama perjalanan rafting ini pun tergantung derasnya arus sungai, jika sedang deras maka 2 jam perjalanan kita sudah akan sampai di finish, tapi ketika sedang surut seperti saat aku datang, bisa sampai 3 jam di perjalanan, untuk itu sangat disarankan buat bawa makanan dan minuman ringan selama berbambu rafting ria.

Perjalanan selama tiga jam itu pun dimulai, selanjutnya biar foto-foto yang bercerita


Bambu rafting

Bambu Rafting

View sungai amandit

Bak raja dan pengemudinya

=)


Toilet di sekitar sungai amandit

Rakit di bongkar untuk di angkut motor ke Loksaso

Tempat duduk penumpang di rakit

Bambu untuk rakit rafting
 Sampai di finish, kita harus menyewa ojek motor untuk kembali ke Kota Kandangan, karena di Loksado itu tidak ada angkot jika siang atau sore, apalagi malam. Biaya ojek ini sebesar Rp. 60.000, Ini diluar biaya sewa rakit dan sebaiknya sebelum rafting kita bilang dulu kalau kita mau sewa ojek juga buat pulang, jadi bisa janjian di tempat finish rafting.

Sebetulnya ada objek lainnya di Loksado, selain bambu rafting kita juga bisa mengunjungi pedalaman loksado untuk melihat kehidupan suku dayak  Meratus dan air terjun Haratai di desa Haratai. Banyak wisatawan khususnya dari eropa yang menikmati objek wisata ini dengan cara trekking/ hiking, sayang waktu dan dana yang terbatas membuat saya tidak bisa pergi ke desa haratai, lain waktu, insya Allah. Menjelang maghrib saya sudah tiba di kandangan, menunggu taksi (angkot) yang menuju Banjarmasin, gak puas rasanya hanya sehari di kandangan, ada janji terucap saat itu untuk kelak kembali di kota ini.

Dalam perjalanan pulang menuju Banjarmasin, angkot yang aku tumpangi ikutan antri untuk mengisi bensin, mungkin hal seperti ini jarang aku jumpai di Jakarta, cukup panjang antrian saat itu, 15-20 mobil sampai ke pompa bensinnya, dan menurut penumpang lain yang kebetulan ngobrol sama aku, setelah antri sekian panjang itu belum tentu juga kebagian, kalo lagi apes pas sampai di pompanya, ternyata bensin habis, masih menurut dia, ini terjadi karena ‘jatah’…..BBM yang di jatah karena (mungkin) sebagian besar kuota BBM itu untuk pulau yang menjadi pusat administrasi negara ini hadeeehhhhh….

Yang menjadi salah satu kebahagiaanku pada trip kali ini adalah adanya kebaikan dari seorang sahabat dan keluarganya. Witty, sahabat saya ini adalah orang Banjarmasin, namun menetap di Jakarta, tapi dia masih memiliki rumah dan masih banyak keluarganya yang tinggal di sekitar rumah tersebut, alhasil, selama di Banjarmasin aku tidak mengeluarkan uang untuk penginapan, aku menumpang menginap di rumah Witty yang memang kosong tidak di tempati. Dan kebaikan dia beserta keluarganya tidak berhenti sampai disitu, aku juga diberi makan (baik yang ringan maupun berat) dan kendaraan serta ditemeni jalan-jalan oleh sepupunya Witty. Alhamdulillah….
 
Selamat Hari Raya Idul Adha…….Ahh, sholat ied di kampung orang memang membuat hati merindu, selintas wajah kedua orang tua melintas dalam benak. Bersama keluarga besar sahabatku itu aku melaksanakan sholat ied di Masjid Jami Banjarmasin, pulangnya aku pun turut bersilaturahmi ke saudara-saudara sahabatku itu hehehhe…..Yang menyenangkan adalah makanannya, nyaammmm….Tante sahabatku itu memasak ketupat lodeh, ketupat dengan lauk ikan gabus atau ayam ini disiram dengan sayur lodeh ala Banjarmasin :ngiler

Suasana sholat Ied di Masjid Jami Banjarmasin

Hari itu gak banyak kegiatan yang aku lakukan, aku lebih banyak leyeh-leyeh di rumah, panasnya cuaca Banjarmasin saat itu bikin aku males keluar rumah. Menjelang sore setelah sinar matahari mulai bersahabat, aku bersama sepupu kawanku itu pergi jalan-jalan, tujuan pertama kami adalah berziarah ke makam Pangeran Antasari, seperti dulu ketika berziarah ke makam Pangeran Diponegoro, ada perenungan saat berada di samping makam Pangeran Antasari, sejenak melepas lelah dan kesah, berkeluh dalam kalbu kepada mereka yang tulus dalam berjuang, mengadu tentang segala kegaduhan dan porak-poranda negeri.



Komplek Pemakaman Pangeran Antasari

Pahlawan Nasional Pangeran Antasari

Makam Pangeran Antasari dan istri

Jalan-jalan sore itu kami lanjutkan, tujuan kami adalah jembatan barito, jembatan yang melintasi sungai barito tersebut terletak cukup jauh dari kota Banjarmasin, sekitar 30 menit berkendara dengan kecepatan rata-rata. Jembatan Barito tidak terlalu lebar, tergolong sempit malah, dan saat itu banyak sekali orang yang sekedar nongkrong dan memarkir motor di sisi jembatan. Makin sempit dan macetlah jembatan Barito hihiihihi…..Malam harinya kami menyantap jagung bakar di taman siring di bantaran sungai martapura, tepatnya diseberang Masjid Sabilal Muhtadin Banjarmasin.

Suasana di atas jembatan barito

Suatu senja di Jembatan Barito

Sunset di Jembatan Barito

Taman siring

Taman Siring

Keesokan paginya, sekitar jam 3 pagi, dengan menggunakan motor aku dan sepupu sahabatku itu pergi menuju pasar terapung kuin. Setelah parkir motor di dermaga, kami mencari klotok untuk di sewa menuju pasar terapung kuin. Harga sewa klotok sebesar Rp. 150.000 per klotok, bisa muat sampai 15 orang, tapi pagi itu kami pakai hanya untuk berdua plus satu orang sopir klotoknya hehhehe. Dari awal sopir klotok sudah mengingatkan bahwa satu hari pasca lebaran biasanya pasar tidak terlalu ramai, akan ada beberapa pedagang tapi tidak seperti hari biasa, jadi ketika tiba di titik pasar terapung kuin dan disana sepi pedagang, aku gak begitu kecewa =)

Pasar terapung Kuin

Transaksi jual beli di Kuin

Pasar terpung kuin

Perahu yang menjual kue di Kuin

Cara beli kue di pasar terapung Kuin

Sunrise di Kuin

Setelah agak siang kami menuju Pulau Kambang yang juga merupakan salah satu objek wisata di Banjarmasin, biasanya di masukkan dalam paket jika kita sewa klotok untuk ke pasar terapung

Pulau Kembang

Tarif masuk Pulau Kembang

Jalan masuk ke Pulau Kembang

Ngantuk kali yee

Dermaga di pulau Kembang

Penghuni pulau Kembang

Dalam perjalanan pulang, kami mampir ke makam Sultan Suriansyah yang juga terletak di derah Kuin

Gerbang komplek Pemakaman Sultan Suriansyah

Komplek pemakaman Sultan Suriansyah

Jemaah yang sedang berziarah ke makam Sultan Suriansyah

Museum Sultan Suriansyah

Museum Sultan Suriansyah

Museum Sultan Suriansyah

Museum Sultan Suriansyah
Informasi mengenai siapa itu Sultan Suriansyah dan dimana komplek pemakamannya bisa di baca disini--> Komplek pemakaman Sultan Suriansyah


Tengah hari kami tiba kembali di rumah, setelah mandi dan packing, aku lantas berpamitan ke saudara-saudara sahabatku itu, dua malam bermalam disana menimbulkan kesan yang cukup mendalam, dan yang sangat berharga adalah kita dapat memperpanjang tali silaturahmi serta menambah saudara sebangsa setanah air.

Sebelum di antar ke bandara, kami mampir ke pasar martapura, wuihhh….menurutku pasar ini adalah salah satu tempat wajib kunjung buat kamu yang datang ke Banjarmasin, banyak batu-batu alam yang indah-indah yang di jual dengan harga murah disana, selain itu ada pula kerajinan khas Banjarmasin dan aneka makanan ringan khas Banjarmasin.

Tugu yang ada di pasar Martapura

Gerbang pasar Martapura

Sekitar jam 2 siang aku sudah tiba di bandara, dan sejam kemudian pesawat citilink tujuan Jakarta pun lepas landas, dari ketinggian ini aku bisa melihat Banjarmasin, tanah Kalimantan pertama yang aku jejaki, meninggalkan banyak kenangan indah dan pelajaran berharga, dalam hati aku berjanji untuk dapat menjadi manusia yang lebih taat kepada Allah SWT, menjadi manusia yang lebih bijak dalam menggunakan air dan bahan bakar minyak, serta menjadi manusia yang lebih pandai dalam bersyukur.

Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

8 komentar

  1. Informatif. Terima kasih artikelnya. Sayangnya saya cuma semalam di Bjm jadi nggak sempet ke mana2.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, terima kasih mas Oki Jelly :)

      Hapus
  2. Aku tinggal di banjarmasin ka... Datang lagi ya ke banjarmasin... Hehe

    BalasHapus
  3. So ngakak dengan statement bbm banyak buat pulau jawa 😂😂😂
    Keren bang, thanks artikelnya, seenggaknya aq tau apa yg harus aq lakuin selama tinggal di bumi antasari ini

    BalasHapus
  4. Pengen bisa kesana....bismillah semoga suatu Saat Allah berikan jalan bisa main ke banjarmasin

    BalasHapus
  5. Blog nya keren.kaget ga dengan attitude org lokal disitu??agamis sih tapi attitude nya itu lho.apalagi org yg tinggal tepi sungai dan perkotaan.kalau pedesaan masih baik baik.

    BalasHapus