Mausoleum Petamburan Jakarta, Wujud Cinta Lim Sha Nio pada Sang Suami

No Comments

Semua foto yang digunakan pada tulisan ini adalah milik Kelompok Pemerhati Budaya dan Museum Indonesia (KPBMI). 

Foto bersama peserta kegiatan Blusukan dan Diskusi Mausoleum OG Khouw di TPU Petamburan pada Minggu (30/6)

Banyak hal gila dilakukan manusia atas nama cinta.

Banyak pula bangunan-bangunan spektakuler yang ada di dunia ini yang dibangun dengan latar belakang kisah cinta.

Di Indonesia, kita mengenal cerita pembangunan Candi Prambanan yang dilatarbelakangi oleh kisah jatuh cintanya Bandung Bondowoso kepada Roro Jonggrang. Atau kisah cinta Pramodyawardani dengan Rakai Pikatan yang menjadi latar belakang legenda berdirinya Candi Plaosan.




Namun, banyak pula bangunan spektakuler di masa lalu yang dibangun sebagai lambang cinta kepada seseorang yang telah tiada. Bangunan-bangunan tersebut dinamakan Mausoleum.

Apa itu Mausoleum?

Mausoleum adalah bangunan megah pelindung makam. Taj Mahal adalah salah satu contoh mausoleum yang sangat terkenal.

Kita pasti mengenal bangunan Taj Mahal di India. Sebuah bangunan yang dibangun selama periode 1631-1653 oleh Mughal Shah Jahan sebagai makam sang istri, Arjumand Banu Begum atau yang biasa dikenal dengan nama Mumtaz Mahal.

Konon pembangunan Taj Mahal menghabiskan dana sekitar 10 triliun rupiah dan mempekerjakan lebih dari 22ribu orang pekerja. Saat wafat, Shah Jahan pun dimakamkan di bangunan yang juga berfungsi sebagai masjid tersebut, berdampingan dengan jasad sang istri.

Banyak bangunan megah yang dibangun di masa lalu dengan kisah-kisah cinta yang manis maupun ironis.

Selain Taj Mahal, ada beberapa mausoleum yang terkenal di dunia seperti Piramida sebagai makam Firaun di Mesir, Mausoleum Kaisar Qin Shi Huang di Tiongkok, Lenin Mausoleum di Rusia, Castel Sant’Angelo di Italia, Mausoleum of the Shirvanshahs di Azerbaijan dan Mausoleum Ataturk di Turki.

Mausoleum-mausoleum tersebut dibangun dengan sangat indah dan mewah. Banyak alasan yang membuat orang membangun mausoleum dengan sangat indah dan mewah. Bisa dikarenakan oleh kisah besar dari sang tokoh yang dimakamkan, bisa juga karena kecintaan kepada tokoh tersebut.

Seperti kisah pembangunan sebuah mausoleum yang ada di Jakarta, tepatnya di kawasan Tempat Pemakaman Umum (TPU) Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

“Dibangun karena kecintaan sang istri, Lim Sha Nio, kepada suaminya, Oen Giok (OG) Khouw,” tutur bapak Adjie Hadipriawan dari komunitas Love Our Heritage (LOH) yang memandu kami dalam kegiatan `Blusukan dan Diskusi Mausoleum O.G. Khouw TPU Petamburan`.

Kegiatan diskusi tentang upaya pelestarian benda cagar budaya di Mausoleum OG Khouw, Minggu (30/6)

Kegiatan ini berlangsung pada hari Minggu 1 Juli 2018 dan merupakan kegiatan kolaboratif yang diinisiasi oleh komunitas Love Our Heritage dan Kelompok Pemerhati Budaya dan Museum Indonesia (KPBMI).

“Koran Sin Po, pernah menulis bahwa Mausoleum OG Khouw ini adalah yang termegah di Asia Tenggara, kemegahannya bahkan mengalahkan kemegahan makam milyader Amerika Serikat, Rockefeller,” lanjut bapak Adjie.

Siapa itu OG Khouw?

OG Khouw adalah orang kaya keturunan Tionghoa yang memiliki perkebunan tebu luas di daerah Tambun, Bekasi. Selama hidupnya beliau sering memberikan bantuan sumbangan uang kepada palang merah Belanda. Oleh karena itu OG Khouw mendapat keistimewaan dengan dinaturalisasinya beliau dan istri menjadi warga negara Belanda oleh Ratu Wilhelmina.

Sangat sedikit tulisan yang mengkisahkan kehidupan OG Khouw. Itu karena ia lebih sering tinggal di Eropa. Selain perkebunan yang luas, OG Khouw juga merupakan pemilik sebuah bank bernama Than Kie Bank dan menjadi salah satu penyantun dana pembangunan Rumah Sakit Jang Seng Ie atau yang sekarang bernama Rumah Sakit Husada.

OG Khouw lahir pada 13 Maret 1874 dan wafat pada tanggal 1 Juli 1927 di Ragaz, Swiss. Jasadnya lalu dikremasi dan abunya dibawa ke Indonesia oleh sang istri bersamaan dengan proses pembangunan mausoleum yang memakan waktu selama empat tahun, dimulai dari tahun 1927 hingga tahun 1931.

Menurut bapak Adjie, biaya pembangunan mausoleum OG Khouw mencapai 3 milyar rupiah. Arsitek Italia bernama G. Racina dari perusahaan arsitektur Ai Marmi Italiani dipercaya menjadi penanggung jawab pembangunan Mausoleum OG Khouw.

"Semua marmernya asli berasal dari Italia. Dikirim dengan kapal sudah dalam ukuran cetak jadi dan baru dirakit saat tiba di Petamburan. Abu jenazah OG Khouw dan makam istrinya yang wafat pada tahun 1957 berada di bunker bawah. Bersama mereka dikubur juga piano kesayangan OG Khouw dan surat-surat berharga," kisah bapak Adjie.

Ancaman zaman

Seperti benda-benda atau pun bangunan yang berasal dari era sebelum kemerdekaan, Mausoleum OG Khouw juga menghadapi ancaman zaman berupa kerusakan bahkan kepunahan. Aksi penjarahan atau pencurian, vandalisme, hingga bencana alam seperti gempa bumi dan banjir menjadi ancaman nyata bagi keberadaan Mausoleum OG Khouw.

Ketidakpedulian masyarakat terutama para pengambil kebijakan, akan memperparah ancaman yang dihadapi oleh benda-benda maupun bangunan-bangunan peninggalan sejarah seperti Mausoleum OG Khouw.

Peran elemen masyarakat baik itu individu, komunitas, media, praktisi, akademisi hingga pemerintah sangat dibutuhkan untuk melestarikan benda-benda dan bangunan-bangunan peninggalan sejarah tersebut.

Seperti melalui kegiatan blusukan dan bersih-bersih Mausoleum OG Khouw ini, komunitas LOH dan KPBMI berusaha mengenalkan pengetahuan dan menularkan kepedulian akan pelestarian benda-benda dan bangunan bersejarah kepada generasi muda.

Selain cerita dan diskusi tentang sejarah keberadaan Mausoleum OG Khouw, dalam kegiatan ini para peserta juga diajak untuk membersihkan bangunan mausoleum. Mulai dari menyapu, mengepel, mengelap, hingga mengecat beberapa bagian mausoleum yang mengalami korosi.

Kegiatan bersih-bersih di komplek Mausoleum OG Khouw Petamburan, Minggu (30/6)


Kegiatan bersih-bersih di komplek Mausoleum OG Khouw Petamburan, Minggu (30/6)



Kegiatan bersih-bersih di komplek Mausoleum OG Khouw Petamburan, Minggu (30/6)


Dhanu Wibowo, ketua KPBMI mengatakan bahwa kegiatan yang diadakan ini adalah upaya pengenalan pelestarian cagar budaya kepada masyarakat dan sebagai langkah untuk pengajuan situs Mausoleum OG Khouw sebagai bangunan cagar budaya.

“Semoga (bangunan Mausoleum OG Khouw) dapat lebih diperhatikan dan jangan sampai terlantar seperti situs-situs bersejarah lainnya. Bangunan ini mempunyai nilai sejarah dan keunikan tersendiri dari segi arsitekturnya,” tutur Dhanu.

Setelah bersih-bersih, peserta diajak berkeliling komplek TPU Petamburan, Minggu (30/6)

Rasa cinta mampu menghadirkan bangunan-bangunan indah nan megah di berbagai belahan dunia. Cinta pula yang mampu membuat Lim Sha Nio memutuskan setia pada sang suami hingga akhir hayat dan mempersembahkan mausoleum megah sebagai pelindung abu jenazah suaminya.

Oleh karena itu tidak salah rasanya jika kita sebagai pewaris sejarah, harus turut memiliki cinta kepada benda-benda maupun bangunan bersejarah yang tersebar di pelosok negeri. Salah satu caranya adalah dengan menjaga dan melestarikan bangunan Mausoleum OG Khouw.

-Jakarta, 1 Juli 2018-


Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 comments

Posting Komentar