Mengenal Gudang-Gudang Tua di Jakarta

1 comment


Sabtu, 25 Juni 2022. Alhamdulillah, saya berkesempatan mengikuti walking tour yang diselenggarakan oleh Indonesia Hidden Heritage (IHH) dengan tema Gudang-Gudang Tua di Jakarta. Tema ini diambil dari judul buku karya mas Ary Sulistyo yang diluncurkan pada hari itu juga. Terasa sangat spesial, karena mas Ary langsung yang memandu kegiatan walking tour.

Kami berkumpul di Jembatan Kota Intan. Salah satu ikon heritage kawasan Kota Tua Jakarta. Cukup banyak peserta yang ikut kegiatan walking tour ini. Mas Ary memulai kegiatan tur dengan bercerita tentang Jembatan Kota Intan. Jembatan Kota Intan dibangun oleh VOC pada tahun 1628 sebagai penghubung antara Benteng Belanda dan Benteng Inggris. Kedua benteng tersebut dibatasi oleh kali Besar. Itu sebabnya jembatan Kota Intan dahulu disebut Engelse Brug atau Jembatan Inggris.

Jembatan Kota Intan di kawasan Kota Tua Jakarta

Jembatan Kota Intan dahulu bernama  Engelse Brug atau Jembatan Inggris

Mas Ary Sulistyo (kanan) dan mba Wulan (kiri) dari IHH

Berfoto bersama di Jembatan Kota Intan | Dok. Istimewa

“Menariknya jembatan ini adalah satu-satunya yang tersisa di Jakarta sekarang, dulu namanya Batavia. Jembatan ini mengadopsi teknologi jembatan yang ada di Amsterdam,” terang mas Ary.

Selanjutnya kami mulai berjalan menjelajahi kawasan sekitar. Gudang tua di sisi timur dan di sisi barat Kota Tua yang menjadi tujuan kami.

Mas Ary bercerita bahwa pada masa VOC di abad ke-17 dan ke-18, gudang-gudang itu dipakai untuk menyimpan komoditas perdagangan, khususnya rempah, dan benda-benda kebutuhan logistic VOC lainnya seperti peralatan dan suku cadang kapal. Lalu kemudian berkembang dengan dilengkapi infrastuktur dan sarana penunjang lain seperti tembok kota, bastion pertahanan, menara syahbandar, pasar, dan balai kota (stadhuis).

Peserta Tur Gudang-Gudang Tua di Jakarta 

Bagi yang sering mengikuti perjalanan ke Kota Tua, Gudang Barat mungkin sudah biasa didatangi. Gudang tersebut kini dialih fungsikan sebagai Museum Bahari. Dalam bukunya mas Ary menuliskan bahwa Gudang Barat alias Westzijdsche Pakhuizen dirancang oleh Ir. Jacques Bollan dan dibangun bertahap mulai tahun 1652.

Komplek bangunan kemudian diubah beberapa kali sampai tahun 1759. Angka tahun perubahan-perubahan tersebut bisa terlihat di beberapa pintu museum.

Pada zaman Jepang (1939-1945), Gudang Barat difungsikan sebagai tempat logistik peralatan militer Dai Nippon. Lalu setelah Indonesia merdeka, gudang ini digunakan sebagai gudang logistik Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Pos Telepon dan Telegraf (PTT). Selanjutnya, pada tanggal 7 Juli 1977, Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin meresmikan Gudang Barat sebagai Museum Bahari.

Lalu bagaimana dengan Gudang Timur atau Oostzijdse Pakhuizen?

Nasibnya tidak sebaik Gudang Barat. Kondisi Gudang Timur saat kami datang sangat memprihatikan. Layaknya bangunan tua yang terabaikan, yang terbayang saat melihat gudang ini hanyalah tentang misteri dan hantu.

Gudang Timur di Kota Tua Jakarta

Gudang Timur di Kota Tua Jakarta

Gudang Timur di Kota Tua Jakarta

Untuk bisa mencapai lokasi ini saja tidak mudah. Perlu kehati-hatian menjejak di jalanan tanah yang berbatu dan berdebu. Belum lagi kewaspadaan yang harus tinggi agar tidak timbul masalah tersenggol oleh truk-truk tronton yang lalu lalang.

Ya. Gudang Timur berada di dalam lokasi parkir truk-truk tronton.

Di bagian sisi lain tembok Gudang Timur adalah perumahan warga. Kampungnya bernama kampung Tongkol. Untuk menyimak penjelasan dan melihat sisi-sisi bangunan gudang, kita harus permisi membuka dan menutup pagar halaman rumah warga.

Tembok Gudang Timur

Tembok Gudang Timur, bersisian langsung dengan halaman rumah warga

Tur dilanjutkan dengan menelusuri sisi aliran sungai Ciliwung. Penataan tampak sudah dilakukan untuk wilayah ini. Hingga akhirnya kami tiba di Kawasan Museum Kebaharian. Peserta tur diajak untuk singgah sejenak di Menara Syahbandar lalu ke Museum Bahari sebagai tujuan akhir tur.

Sungai Ciliwung di Kampung Tongkol

Senang bisa mengikuti tur ini. Karena melihat gudang-gudang tua yang ada di Jakarta adalah sesuatu yang baru bagi saya. Bahkan jujur saja, ini pun pertama kalinya saya mengunjungi Jembatan Kota Intan. Terima kasih  Indonesia Hidden Heritage dan mas Ary Sulistyo atas turnya. Terima kasih mas Vidi, teman seperjalanan. Spesial terima kasih untuk mas Anugrah yang sudah mentraktir saya dalam tur ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas budi baik kalian semua.

###

Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

1 komentar

  1. Keren banget tulisannya, Kang. Hebat euy Kang Adi bisa bikin tulisan dari tutur dan laku. We want more!!!!!!

    BalasHapus