Touring Pertamaku

No Comments

Saat itu hari hampir berganti. Udara basah, entah karena sehabis hujan atau memang selalu dingin suhu malam di Citayam.

“Masih ada yang ditunggu tidak? Berangkat yuk, nanti keburu siang,” ucap salah satu dari kami.

Tidak berapa lama, mesin-mesin mulai dihidupkan. Lampu-lampu menyala. Aku berdoa dalam hati, memohon keselamatan bagi diriku dan setiap orang yang ada dalam rombongan. Perlahan kami bergerak, 15 motor dengan 17 orang penjelajah yang siap memecah malam.

Kepada hati aku berseru, ini touring pertamaku! Aku tidak menemukan arti pasti dari kata touring. Tidak ada pula pengertiannya di Kamus Besar Bahasa Indonesia daring. Namun aku rasa kita semua sudah sepakat dengan istilah ini, bahwa touring adalah perjalanan mengendarai kendaraan dalam jarak yang cukup jauh dan secara berkelompok. Jika tidak setuju dengan pengertian itu maka katakanlah.

Sebetulnya aku sering berkendara dengan si Son-son, motor kesayanganku. Bahkan akhir-akhir ini hampir tiap minggu aku menempuh perjalanan Jakarta – Labuan untuk pulang ke rumah orang tua. Namun berkendara secara berkelompok seingatku ini yang pertama kalinya. Terlebih touring yang berangkatnya tengah malam dan tidak menginap. Ya, ini yang pertama kali.

Son-son

 

Rasanya memang lebih menyenangkan dan tentu saja lebih aman. Tidak terlalu khawatir ada yang membegal di jalan, tidak pula khawatir harus mendorong motor sendirian saat mogok atau pecah ban. Setiap pemotor saling menjaga dalam kelompok.

Sejujurnya aku tidak paham betul persiapan apa saja yang harus dilakukan sebelum melakukan touring. Namun dari hasil tanya sana dan tanya sini, aku berkesimpulan bahwa hal utama dalam touring adalah sehat. Baik itu sehat badan kita, maupun sehat motor tunggangan kita.

Ada hal lain yang aku pelajari setelah melakukan touring kemarin, yaitu adaptasi dan tertib. Adaptasi yang aku maksud adalah kemampuan kita untuk menyesuaikan diri dengan rombongan. Setiap pemotor pasti memiliki cara berkendara yang berbeda-beda, cara berkendara inilah yang harus disesuaikan dengan rombongan. Misalnya dari segi kecepatan berkendara, bagi yang terbiasa berkendara dengan kecepatan tinggi tentu harus menahan diri agar anggota rombongan yang lain tidak tertinggal.

Sedangkan tertib yang aku maksud, adalah keadaan kita untuk selalu mawas diri. Bahwa jalanan yang kita lalui bukanlah milik kita sendiri. Tentu banyak pengguna jalan lain yang turut melintas sehingga kehadiran kita sebagai rombongan jangan sampai mengganggu apalagi mengambil hak para pengguna jalan tersebut.

Pantai Sawarna di Lebak, Banten, menjadi tujuan kami saat itu. Berangkat dari daerah Citayam, Depok, Jawa Barat, kami berkendara menuju selatan melewati Cibinong, Bogor, Tajur, hingga akhirnya memasuki Jalan Raya Sukabumi.

Aku betul-betul menikmati kondisi jalan dan udara dari mulai kami berangkat hingga memasuki daerah Cigombong, Sukabumi. Jalanannya berkelok dan lenggang, udara cukup dingin namun terasa nyaman. Berbeda setelah melalui Cigombong, jalanannya tidak mulus, berdebu, dan ada beberapa titik yang sedang dalam proyek pengerjaan.

Pantai Lagon Pari, Lebak, Banten

 

Setelah Cigombong pula situasi jalan menjadi sangat ramai. Kami kerap berjumpa dengan beberapa rombongan pemotor, dan yang kadang menjengkelkan adalah saat laju terhalang oleh truk berbadan besar.

Pom bensin yang terletak beberapa meter menjelang pertigaan Cikidang menjadi titik peristirahatan kami yang pertama. Ramai kondisi pom bensin saat itu. Banyak rombongan pemotor yang juga beristirahat. Dikabarkan oleh seseorang dalam rombongan kami bahwa tidak jauh lagi kami akan memasuki area Cikidang, jalur yang konon `cukup menantang`.

Jalur Cikidang yang kami lalui adalah jalur alternatif yang berujung di Pelabuhan Ratu. Benar yang dikata orang, jalur ini cukup menantang. Selama perjalanan kami banyak menemukan tikungan, tanjakan, dan turunan. Rumah penduduk dapat dihitung jari. Pepohonan yang menutup sisi kanan dan kiri jalur menambah sensasi pekatnya malam itu. Jika kamu bukan warga setempat, pikir-pikirlah saat akan melalui jalur ini seorang diri. Takutnya tiba-tiba ada yang membonceng dan tertawa cekikikan.

Kota Pelabuhan Ratu telah dilalui, kantuk dan lelah mulai menyerang. Akhirnya kami putuskan untuk kembali beristirahat di sebuah warung di pinggir jalan. Warung ini sepertinya memang terbiasa untuk menerima tamu dalam jumlah banyak. Selain buka 24 jam, mereka menyediakan bale-bale untuk istirahat tamu. Harga-harga barang dagangan yang dikenakan kepada kami pun masih dalam katagori wajar.

Setelah cukup istirahat, perjalanan dilanjutkan. Kami berhenti sekali lagi untuk melaksanakan solat subuh. Gapura dengan tulisan “Selamat Datang di Kabupaten Lebak” telah kami lalui. Subuh itu kami sudah berada di wilayah Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.

Desa Sawarna sudah banyak berubah. Tidak seperti saat terakhir saya berkunjung ke sini pada tahun 2011. Penginapan sudah banyak tersedia, begitu juga dengan warung warga yang berjualan aneka makanan dan minuman khas tempat hiburan. Dulu perlu berjalan kaki cukup jauh untuk bisa melihat batu karang yang menjadi ikon pantai Tanjung Layar, namun kini pengunjung bisa memarkirkan motornya sangat dekat dengan batu karang tersebut.

Pedagang Cilok di Tanjung Layar

 
Son-son di Tanjung Layar
 

Lokasi lain yang kami kunjungi hari itu adalah pantai Lagoon Pari. Pantai ini jauh lebih tenang dibandingkan pantai Tanjung Layar. Kami memilih tempat istirahat berupa bale-bale warung warga yang terletak paling pojok dari pantai ini. Sebagian besar waktu siang itu kami gunakan untuk tidur, mengisi daya dan tenaga untuk pejalanan pulang menuju rumah kami masing-masing di sore harinya.


Aku menikmati setiap momen pada touring pertamaku ini. Rasanya istimewa bisa menyusuri jalur yang belum pernah dilalui dengan berkendara roda dua. Apalagi perjalanan tersebut dilakukan berombongan, bersama teman-teman yang sehari-hari dijumpai di tempat kerja. Semoga akan banyak lagi kilometer dan jalur yang kami lalui bersama.

Terima kasih telah membaca.

Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 comments

Posting Komentar